Selasa, 29 Juni 2010

Musafir

Ibrani 11 : 8-16

11:8 Karena iman
Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan
diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak
mengetahui tempat yang ia tujui.
11:9 Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan
Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu.
11:10 Sebab ia menanti-nantikan kota yang mempunyai dasar, yang
direncanakan dan dibangun oleh Allah.
11:11 Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk
menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia.
11:12 Itulah sebabnya, maka dari satu orang, malahan orang yang
telah mati pucuk, terpancar keturunan besar, seperti bintang di langit
dan seperti pasir di tepi laut, yang tidak terhitung banyaknya.
11:13 Dalam iman mereka semua ini telah mati sebagai orang-orang
yang tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu, tetapi yang hanya dari
jauh melihatnya dan melambai-lambai kepadanya dan yang mengakui, bahwa
mereka adalah orang asing dan pendatang di bumi ini.
11:14 Sebab mereka yang berkata demikian menyatakan, bahwa mereka dengan rindu mencari suatu tanah air.
11:15 Dan kalau sekiranya dalam hal itu mereka ingat akan tanah
asal, yang telah mereka tinggalkan, maka mereka cukup mempunyai
kesempatan untuk pulang ke situ.
11:16 Tetapi sekarang
mereka merindukan tanah air yang lebih baik yaitu satu tanah air
sorgawi. Sebab itu Allah tidak malu disebut Allah mereka, karena Ia
telah mempersiapkan sebuah kota bagi mereka.


Sebagai orang pertama yang dipanggil
TUHAN menjadi musafir—yaitu orang yang berpola pikir sebagai warga
Kerajaan Surga, dan menyadari bahwa dunia ini hanya tempat tinggal
sementara— Abraham ternyata dipanggil TUHAN ke negeri yang sebenarnya
bukan berada di bumi ini (Ibr. 11:13). Sekalipun hanya melihat dari
jauh—entah dengan melalui penglihatan atau mimpi—Abraham tetap taat dan
menyadari kemusafiran hidupnya. Dan saat sudah sampai di Tanah Kanaan,
Abraham tinggal di kemah -seperti orang yang hanya singgah sementara di
suatu tempat- (ayat 9) meski sebenarnya Abraham adalah orang yang sangat kaya.

Proses
pemusafiran—atau proses menjadi musafir—ini bukan hanya untuk Abraham,
TUHAN juga menghendaki kita menjalani proses pemusafiran ini. Caranya?
Bisa saja IA memanfaatkan ketidaktahuan kita, tetapi tentu bisa juga
melalui pelayanan pekerjaan Tuhan di bumi ini. Pelayanan pekerjaan Tuhan bisa dikatakan sukses kalau anak-anak TUHAN memiliki jiwa musafir. Mari kita mulai menyadari menghayati bahwa kita adalah warga Kerajaan Surga
yang bukan berasal dari dunia ini, dan menyediakan diri kita memasuki
proses pemusafiran. Dan kita juga perlu menyukseskan pelayanan pekerjaan TUHAN, yaitu memusafirkan sesama orang percaya, mengubah pola pikir
mereka dari duniawi menjadi rohani.


http://virtuenotes.blogspot.com


__________________________________________________
Apakah Anda Yahoo!?
Lelah menerima spam? Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik terhadap spam
http://id.mail.yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar