Jumat, 27 November 2009

HATI YANG BERSYUKUR

Mazmur 100:5

Alkitab mengajarkan kepada
kita, "Mengucap syukurlah dalam segala
hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu"
( 1 Tesalonika 5:18). Arahan ini nampaknya mudah ketika kehidupan berjalan
baik. Namun bila situasi yang menyakitkan muncul, mengucap syukur bisa menjadi
hal yang sulit dilakukan.

Sangat menarik untuk
mencatat bahwa perintah untuk bersyukur kepada Tuhan dalam segala hal ini
ditulis oleh Paulus rasul yang karena kesetiaannya kepada Kristus membuat ia
mengalami penganiayaan yang berat. Anda mungkin bertanya-tanya bagaimana ia
dapat bersyukur kepada Tuhan.

Sekalipun banyak situasi
yang ia tidak sukai terjadi, Paulus mengetahui bahwa kekayaannya di dalam Kristus
Yesus jauh melebihi segala ketidaknyamanan di dunia ini. Renungkanlah segala
berkat yang ia hargai, yang tersedia bagi semua orang percaya. Pertama-tama,
kita diundang untuk memiliki hubungan pribadi dengan Allah yang sejati Tuhan
segala ciptaan yang berdaulat, maha tahu dan ada dimana-mana. Kedua,
Pencipta mengasihi kita dengan kasih yang kekal dan tanpa syarat. Ketiga, Ia mengutus anakNya untuk mati sebagai
penebusan bagi utang dosa sehingga kita dapat hidup kekal bersamaNya. Sebagai
hasilnya, ketika kita menaruh kepercayaan kita kepada Yesus, kita terbebas dari
rasa takut akan kematian.

Dan daftar berkat ini masih
panjang: Tuhan mengangkat orang percaya sebagai anak-anakNya dan memateraikan
mereka dengan RohNya (Efesus 4:30). Ia memiliki rancangan untuk setiap
kehidupan – dan menganugerahkan karunia yang khusus dan kuasa untuk membuatnya
terjadi. Ia pun berjanji untuk memenuhi segala kebutuhan dengan sumber dayaNya
yang tidak terbatas (Filipi 4:19) dan memberikan FirmanNya dan Roh KudusNya
untuk menuntun kita.

Tidak mengherankan mengapa
Paulus begitu bersyukur! Hitunglah berkatnya sebagai berkat anda dan biarkan
Tuhan mengetahui betapa bersyukurnya anda.

|||||| sumber: http://www.sentuhanhati.com/
||||||

Menyikapi Pujian

Galatia 5:16-26
Galatia 5:25,26
Kisah Para Rasul 19:11-20:1; 2 Korintus 1-3

Sepasang angsa bersiap meninggalkan danau yang airnya mulai mengering. Seekor
kodok memohon untuk bisa ikut dengan mereka pindah ke danau lain. Namun, angsa
bingung bagaimana cara membawa si kodok. Si kodok punya ide brilian, "Kalian
gigit kedua ujung akar rumput ini, saya akan menggigit bagian tengahnya.
Kemudian bawalah saya terbang." Angsa setuju. Mereka pun terbang. Di angkasa,
sekelompok burung memuji kecerdikan mereka dan bertanya, "Kalian sungguh
cerdik, siapa yang punya ide secemerlang ini?" Si kodok menjawab dengan bangga,
"Ide saya." Saat itu terlepaslah gigitannya, ia pun jatuh ke bawah dan mati.

Pujian ibarat pedang bermata dua. Bisa produktif kalau kita sikapi dengan
rendah hati; sebagai motivasi dan alasan untuk berbuat lebih baik. Akan tetapi,
bisa juga kontraproduktif kalau kita sikapi dengan besar kepala; sebagai bentuk
kemenangan dan kebanggaan diri. Maka, penting sekali menyikapi pujian dengan
penguasaan diri. Tanpa penguasaan diri kita akan mudah dimabukkan oleh pujian.
Mabuk pujian awal kehancuran. Seperti yang terjadi pada si kodok.

Penguasaan diri adalah bagian dari hidup yang dipimpin Roh. Sedangkan gila
hormat dan mabuk pujian adalah bagian dari hidup yang dipimpin daging. Hidup
yang dipimpin Roh berbuahkan hal-hal yang indah (ayat 22,23), sebaliknya hidup
yang dipimpin daging berbuahkan hal-hal yang buruk (ayat 19-21). Seseorang yang
menjadi milik Kristus, ia telah menyalibkan dagingnya (ayat 24). Itu berarti,
ia juga harus selalu menguasai dirinya. Termasuk ketika menerima pujian.

TERIMALAH PUJIAN SEBAGAI PENGUATAN
BAHWA KITA DAPAT MELAKUKAN HAL YANG MENYENANGKAN TUHAN DAN SESAMA

Penulis: Ayub Yahya

|||||| sumber: http://www.renunganharian.net/ ||||||

__________________________________________________
Apakah Anda Yahoo!?
Lelah menerima spam? Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik terhadap spam
http://id.mail.yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar