Jumat, 16 April 2010

DISIPLIN DOA

Doa mengantarkan kita ke garis depan kehidupan rohani. Doa merupakan
penyelidikan pertama di daerah yang belum diselidiki. Meditasi
mengenalkan kita pada kehidupan batiniah, puasa merupakan sarana
yang menyertainya, tetapi disiplin doa mengantarkan kita untuk
memasuki pekerjaan roh manusia yang tertinggi dan terdalam.
Sesungguhnya, doa menciptakan dan mengubah kehidupan. "Doa yang
bersungguh-sungguh dan penuh kepercayaan adalah sumber semua
kesalehan pribadi," tulis William Carey. Berdoa artinya mengubah.
Doa adalah cara utama yang dipakai Allah untuk mengubah kita. Jika
kita tidak bersedia diubah, kita mengabaikan doa sebagai ciri
kehidupan kita yang nyata. Semakin kita mendekati hati Allah,
semakin kita melihat kebutuhan kita dan kita semakin ingin menjadi
seperti Kristus.

William Blake mengatakan, tugas hidup kita di sini ialah belajar
menerima "sinar kasih" Allah. Betapa kita sering membuat mantel --
selubung yang kedap sinar -- untuk menghindari sang Kekasih Abadi.
Tetapi ketika kita berdoa, Allah perlahan-lahan dan dengan penuh
rahmat akan menyatakan tempat-tempat persembunyian kita dan
membebaskan kita dari tempat-tempat itu. "Atau kamu berdoa juga,
tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab
yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa
nafsumu" (Yakobus 4:3). Berdoa dengan benar melibatkan niat untuk
berubah -- diperbarui. Di dalam doa, kita mulai berpikir seperti
yang Allah pikirkan; menginginkan apa yang Allah inginkan, mengasihi
apa yang dikasihi-Nya. Kita diajarkan secara bertahap untuk melihat
segala sesuatu dari sisi pandangan-Nya.

Semua orang yang hidup bergaul dengan Allah menganggap doa sebagai
pokok utama kehidupan mereka. Markus 63:2 berkata, "Pagi-pagi benar,
waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke
tempat yang sunyi dan berdoa di sana," merupakan penjelasan tentang
gaya hidup Tuhan Yesus. Di dalam Mazmur, kerinduan Daud akan Allah
memutuskan ikatan dengan tidur yang memanjakan diri, "pada dini hari
aku mencari Engkau" (Mazmur 63:2). Pada waktu para rasul tergoda
untuk mencurahkan energi mereka pada tugas-tugas yang penting,
mereka memutuskan untuk senantiasa memusatkan perhatian pada doa dan
pelayanan Firman (Kisah Para Rasul 6:4). Martin Luther berkata,
"Urusan saya begitu banyak maka setiap hari saya harus berdoa selama
tiga jam." John Wesley berkata, "Allah tidak melakukan apa pun
selain menjawab doa-doa" -- ia mendukung pernyataan itu dengan
kebiasaan berdoa dua jam setiap hari. Satu keistimewaan yang paling
menarik perhatian dalam kehidupan David Brainerd ialah doa-doanya.
Buku hariannya dipenuhi dengan catatan tentang doa dan puasa. "Saya
senang menyendiri di pondok saya, di sana saya dapat menggunakan
banyak waktu untuk berdoa .... Saya mengkhususkan hari ini untuk
berdoa dan berpuasa kepada Allah."

Bagi para perintis iman yang berada di garis depan, doa bukan
sekadar kebiasaan kecil yang disisipkan di sisi luar kehidupan
mereka. Doa itu sendiri adalah hidup mereka. Doa adalah pekerjaan
paling serius sepanjang tahun-tahun kehidupan mereka yang paling
produktif. William Penn memberikan kesaksian tentang George Fox,
"Ia, terutama sekali, mengutamakan doa ... tokoh berpostur paling
memukau, paling hidup, dan paling terhormat yang saya pernah rasakan
dan saksikan ketika ia sedang berdoa." Adoniram Judson memutuskan
untuk menarik diri dari kesibukan tujuh kali sehari agar bisa
berdoa. Ia mengawalinya pada tengah malam dan diulangi kembali pada
waktu fajar, dilanjutkan pukul 09:00, pukul 12:00, pukul 15:00,
pukul 18:00, dan pukul 21:00 -- ia meluangkan waktu untuk berdoa
seorang diri. John Hyde dari India menjadikan doa sebagai ciri
dirinya yang paling menonjol, sehingga ia dijuluki "Hyde sang
Pendoa". Orang-orang ini dan yang lainnya memberanikan diri untuk
menyelami kedalaman hidup batiniah, sebab bagi mereka doa sama
seperti bernapas.

Akan tetapi, banyak di antara kita sudah berkecil hati, alih-alih
merasa tertantang oleh keteladanan mereka. "Pahlawan-pahlawan iman"
itu jauh melebihi segala sesuatu yang kita telah alami, sehingga
kita cenderung untuk berputus asa. Alih-alih mencela diri sendiri
karena kekurangan yang begitu jelas, kita sebaiknya mengingat bahwa
Allah selalu berkenan untuk kita temui di tempat kita berada dan
perlahan-lahan kita pun diantarkan pada perkara-perkara yang lebih
dalam. Orang tidak bisa secara tiba-tiba mengikuti perlombaan
maraton Olimpiade jika ia tidak sering berlari. Mereka harus
menyiapkan diri dan berlatih secara berkala. Kita juga harus berbuat
demikian. Jika kita mengikuti tahap-tahapan perkembangan itu, kita
bisa berharap bahwa setahun kemudian kita akan berdoa dengan kuasa
dan mencapai kerohanian yang lebih besar daripada sekarang.

Pada mulanya, kita sangat mudah dikalahkan karena kita telah
diajarkan bahwa segala sesuatu di dalam alam semesta ini telah
ditetapkan sehingga tidak dapat berubah. Kita mungkin merasa
demikian murung, tetapi Alkitab tidak mengajarkan pandangan itu.
Para tokoh Alkitab berdoa seolah-olah doa-doa itu akan mengubah
sesuatu. Rasul Paulus dengan senang hati memberitahukan bahwa kita
adalah "kawan sekerja Allah" (1 Korintus 3:9); artinya, kita sedang
bekerja bersama dengan Allah untuk menentukan konsekuensi dari
peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi. Banyak orang yang
menekankan persetujuan tanpa protes dan bersikap pasrah ketika
menghadapi keadaan, mereka mengatakan bahwa sesuatu itu adalah
"kehendak Tuhan". Sesungguhnya, pandangan mereka lebih dekat kepada
Epictetus daripada kepada Kristus. Musa berani berdoa sebab ia
percaya bahwa keadaan bisa berubah, bahkan juga pikiran Allah.

Sebenarnya, Alkitab tegas menekankan bahwa alam semesta senantiasa
terbuka sehingga Allah mengubah pikiran-Nya sesuai kasih-Nya yang
tidak berubah (Keluaran 32:14; Yunus 3:10). Pernyataan ini sulit
diterima manusia modern. Kebenaran itu membebaskan banyak di antara
kita, tetapi juga memberi kita tanggung jawab yang sangat besar.
Kita bekerja bersama-sama dengan Allah untuk menentukan masa depan!
Sesuatu akan terjadi di dalam sejarah jika kita berdoa dengan benar.
Kita harus mengubah dunia dengan doa. Apakah yang meningkatkan
motivasi kita untuk belajar melakukan tugas insani yang tertinggi
ini? Doa merupakan subjek yang begitu luas dan terdiri atas beraneka
tahapan. Oleh sebab itu, kita akan segera mengetahui bahwa semua
aspek doa tidak mungkin dibicarakan dalam satu pasal, entah sekecil
apa pun. Beribu-ribu buku mengenai doa telah ditulis dengan sangat
baik, salah satu yang terbaik adalah "With Christ in the School of
Prayer", ditulis oleh Andrew Murray.

Belajar Berdoa

Berdoa dengan sungguh-sungguh merupakan sesuatu yang harus kita
pelajari. Murid-murid berkata kepada Yesus, "Tuhan, ajarkan kami
berdoa" (Lukas 11:1). Mereka telah berdoa sepanjang hidup mereka,
tetapi ada sesuatu mengenai mutu dan banyaknya doa Yesus yang
menyebabkan mereka menyadari betapa sedikitnya pengetahuan mereka
tentang doa. Jika doa mereka memengaruhi kehidupan manusia, mereka
perlu mempelajari beberapa hal. Salah satu ciri yang paling
mengherankan pada doa Yesus barangkali ialah ketika Ia mendoakan
orang lain, Ia tidak pernah mengakhiri doa-Nya dengan berkata, "jika
ini kehendak-Mu." Demikian juga para rasul dan nabi-nabi pada saat
mereka mendoakan orang lain. Tidak dipungkiri bahwa mereka sudah
mengetahui kehendak Allah sebelum mereka berdoa dengan iman. Mereka
begitu penuh dengan Roh Kudus sehingga pada waktu menghadapi suatu
situasi khusus, mereka mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Doa
mereka begitu positif sehingga doa itu sering berbentuk perintah,
tegas, dan penuh otoritas, "Berjalanlah", "Jadilah sembuh",
"Bangunlah". Saya menyadari bahwa ketika mendoakan orang lain --
tidak ada tempat bagi doa yang ragu-ragu, mencoba-coba, setengah
berharap, yang mengatakan "jika itu kehendak-Mu".

Pada waktu yang sama, saya mulai berdoa bagi orang lain dengan
harapan bahwa sesuatu perubahan pasti dan akan terjadi. Saya begitu
bersyukur saya tidak menunggu sampai saya menjadi sempurna dahulu
atau mengerti segala sesuatu sebelum berdoa bagi orang lain; sebab
jika demikian, saya tidak akan pernah memulainya. P.T. Forsythe
berkata, "Doa bagi agama sama pentingnya dengan riset awal bagi ilmu
pengetahuan." Saya merasa sedang melakukan "riset awal" di sekolah
Roh. Pengalaman itu sangat menggairahkan. Setiap pokok yang tampak
seperti kegagalan mengantarkan pada proses pembelajaran yang baru.
Kristus sekarang menjadi Guru saya maka lambat laun perkataan-Nya
bertambah teguh dalam pengalaman saya. "Jikalau kamu tinggal di
dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja
yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya" (Yohanes 15:7).
Pahamilah bahwa doa melibatkan suatu proses belajar, yang mencegah
kita untuk bersikap angkuh menolaknya sebagai sesuatu yang palsu dan
tidak nyata.

Jikalau kita menghidupkan televisi tetapi tidak mengamati gambar di
layarnya, kita secara tidak langsung mengatakan bahwa apa yang
disebut gelombang udara televisi itu sebenarnya tidak ada.
Sebaliknya, kita menganggap ada sesuatu yang tidak beres, sesuatu
yang kita bisa temukan dan perbaiki. Kita memeriksa kabel, tombol,
tabung gambar, hingga kita menemukan sesuatu yang menghalangi aliran
energi misterius di udara yang memancarkan gambar itu. Kita akan
mengetahui bahwa masalahnya telah ditemukan dan diperbaiki dengan
cara melihat apakah televisi itu bekerja atau tidak. Itu sama
seperti doa. Kita bisa menentukan apakah kita berdoa dengan benar
jika permohonan kita dikabulkan. Jika tidak, kita harus mencari
penyebab terputusnya hubungan itu; mungkin saja kita salah berdoa,
mungkin sesuatu perlu diubah di dalam diri kita, kita mungkin perlu
mempelajari prinsip-prinsip baru, mungkin kita perlu bersabar dan
bertekun. Kita mendengarkan, membuat penyesuaian yang perlu,
kemudian mencoba lagi. Kita bisa mengetahui dengan pasti bahwa
doa-doa kita sedang dijawab sama seperti kita ketahui bahwa televisi
kita bekerja.

Salah satu aspek yang paling kritis dalam belajar berdoa untuk orang
lain adalah mengadakan hubungan dengan Allah sehingga hidup-Nya dan
kuasa-Nya dapat disalurkan melalui kita kepada orang lain. Kita
sering mengira sedang berhubungan dengan Tuhan padahal tidak. Orang
sering berdoa berulang-ulang dengan seluruh iman yang ada pada
dirinya tetapi tidak terjadi apa pun. Tentu saja, itu karena tidak
berhubungan dengan salurannya. Kita mulai mendoakan orang lain
dengan memusatkan pikiran dan mendengarkan gemuruh ketenangan Tuhan
semesta alam. Penyelarasan diri kita dengan napas ilahi merupakan
pekerjaan rohani, sebab jika tanpa hal itu doa kita menjadi
pengulangan permintaan yang sia-sia (Matius 6:7). Syarat pertama
untuk doa syafaat yang berhasil ialah mendengarkan Tuhan. Soren
Kierkegaard berkata, "Seseorang berdoa, dan mula-mula ia berpikir
bahwa berdoa adalah berbicara. Tetapi kemudian, kian lama kian ia
bertambah tenang hingga akhirnya ia menyadari bahwa doa adalah
pendengaran."

Pekerjaan berdoa syafaat, yang kadang-kadang disebut berdoa dengan
iman, mensyaratkan bahwa pemohon bimbingan itu terus-menerus
menaikkan doa kepada Bapa. Kita harus mendengar, mengetahui, dan
menaati kehendak Allah sebelum kita berdoa agar kehendak Allah
terjadi dalam kehidupan orang lain. Doa memohon bimbingan selalu
mendahului dan mengelilingi berdoa dengan iman. Jadi, titik
permulaan dalam pembelajaran doa untuk orang lain ialah mendengarkan
untuk memperoleh bimbingan Tuhan. Dalam soal-soal fisik, kita selalu
cenderung mendoakan situasi-situasi yang paling gawat dahulu: kanker
yang sudah parah atau sklerosis multipleks. Tetapi bila kita
mendengarkan, kita akan belajar pentingnya memulai dengan perkara
yang kecil seperti sakit selesma atau sakit telinga. Dalam hidup
ini, keberhasilan dalam perkara kecil akan menghasilkan otoritas
dalam perkara yang lebih besar. Jika kita tenang, kita tidak hanya
belajar siapakah Allah itu, tetapi juga bagaimana kuasa-Nya bekerja.

Kita kadang-kadang khawatir bahwa kita tidak memunyai cukup iman
untuk mendoakan seseorang. Kita harus menyingkirkan kekhawatiran
itu, karena Alkitab berkata bahwa mukjizat besar bisa terjadi karena
iman sebesar biji sesawi yang teramat kecil itu. Keberanian untuk
pergi dan mendoakan seseorang biasanya merupakan ciri-ciri iman yang
memadai. Yang sering kurang pada kita bukanlah iman, melainkan rasa
berbelas kasihan. Tampaknya, empati sejati di antara orang yang
mendoakan dan orang yang didoakan sering sangat berpengaruh. Kita
diberitahu bahwa hati Yesus "tergerak oleh belas kasihan" kepada
orang banyak. Rasa belas kasihan merupakan unsur nyata dalam setiap
penyembuhan dalam Perjanjian Baru. Kita tidak mendoakan orang
sebagai "benda" tetapi sebagai "pribadi" yang kita cintai. Jika kita
menerima dari Allah, belas kasihan dan perhatian yang ditujukan
kepada orang lain, kita akan bertumbuh dan dikuatkan dalam iman
tatkala kita sedang berdoa.

Sesungguhnya, jika kita mengasihi orang dengan tulus hati, kita
menginginkan bagi mereka jauh lebih banyak daripada yang kita mampu
berikan, itulah yang menyebabkan kita berdoa. Hati yang
berbelaskasihan merupakan petunjuk yang sangat jelas dari Tuhan
bahwa Anda harus mendoakan hal ini. Pada waktu berdoa, mungkin
muncul dorongan di dalam hati untuk berdoa syafaat -- suatu tindakan
yang digerakkan oleh Roh. Allah memberi Anda persetujuan batin untuk
mendoakan orang atau situasi tertentu. Jika Anda tidak tergerak oleh
gagasan ini, Anda mungkin harus mengabaikannya. Allah akan
menggerakkan orang lain untuk mendoakan perkara itu.

Bukit-Bukit Doa

Jangan sekali-kali membuat doa itu begitu rumit. Kita cenderung
melakukannya setelah kita mengerti bahwa doa merupakan sesuatu yang
harus kita pelajari. Kita mudah menyerah pada godaan untuk
menjadikan doa itu semakin ruwet, karena semakin banyak orang
bergantung kepada kita untuk belajar juga mengenai bagaimana berdoa.
Tetapi, Yesus mengajarkan kita untuk datang seperti kanak-kanak yang
menemui ayahnya. Komunikasi seorang anak dengan ayahnya ditandai
dengan keterbukaan, kejujuran, dan kepercayaan. Keakraban antara
orang tua dan anak melapangkan tempat untuk keseriusan dan gelak
tawa. Meister Eckhart mengatakan bahwa "Jiwa akan melahirkan pribadi
jika Allah memasukkan gelak tawa ke dalamnya dan jiwa itu
mengembalikan gelak tawa itu kepada-Nya." Yesus mengajar kita agar
berdoa untuk makanan setiap hari; seorang anak kecil meminta sarapan
dengan keyakinan bahwa sarapan itu akan disiapkan. Ia tidak perlu
menyimpan sebagian sarapan hari ini karena takut bahwa besok tidak
akan ada sarapan. Seorang anak tidak merasa sukar untuk berbicara
kepada ayahnya; ia juga tidak malu membawa keperluan sekecil apa pun
untuk disampaikan kepada ayahnya.

Anak-anak mengajarkan kita tentang nilai imajinasi yang merupakan
alat yang hebat dalam pelayanan doa. Kita mungkin segan berdoa
dengan imajinasi karena merendahkan imajinasi itu. Anak-anak tidak
merasakan keengganan yang seperti itu. St. Teresa dari Avila
mengatakan, "Inilah metode doa saya karena saya tidak dapat
membayangkan sesuatu dengan akal; saya berusaha membayangkan Kristus
di dalam diri saya.... Saya melakukan banyak hal yang sederhana
seperti ini ... Saya percaya jiwa saya memperoleh banyak keuntungan
dengan cara ini, sebab saya mulai mempraktikkan doa tanpa
mengetahuinya." Dalam "Saint Joan", karangan George Bernard Shaw,
Jeanne d' Arc menyatakan bahwa ia telah mendengarkan suara-suara
yang berasal dari Allah. Orang-orang skeptis mengatakan kepadanya
bahwa suara itu berasal dari imajinasinya. Tanpa terpengaruh sedikit
pun Jeanne menjawab, "Ya, memang begitulah Allah berbicara kepada
saya." Imajinasi membuka pintu menuju iman. Jika kita bisa "melihat
dengan imajinasi bahwa suatu pernikahan yang berantakan akan
dipulihkan kembali atau orang yang sakit akan disembuhkan, kita akan
percaya bahwa itu akan terjadi tidak lama lagi. Anak-anak cepat
memahami hal-hal ini dan mereka menanggapi doa dengan imajinasi itu
dengan baik.

Pada saat saya diundang ke suatu rumah untuk mendoakan seorang bayi
perempuan, Juli, yang sakit parah. Kakak laki-laki bayi itu, yang
sudah berumur 4 tahun, berada di dalam ruangan itu. Saya mengatakan
kepadanya bahwa saya memerlukan pertolongannya untuk mendoakan
adiknya. Ia senang sekali -- saya juga demikian -- karena mengetahui
bahwa anak-anak sering bisa berdoa dengan sangat efektif. Ia naik ke
kursi di samping saya. "Mari kita mengadakan pertunjukan," kata saya
"sebab kita mengetahui bahwa Yesus selalu menyertai kita. Mari kita
bayangkan bahwa Yesus sedang duduk di kursi itu di seberang kita."
Ia menunggu dengan sabar sampai kita memusatkan perhatian
kepada-Nya. "Pada saat kita memandang Tuhan Yesus, kita mulai lebih
banyak memikirkan cinta-Nya alih-alih penyakit Juli. Ia tersenyum,
berdiri, dan menghampiri kita. Pada saat itu, kita berdua meletakkan
tangan kita ke atas Juli dan pada saat kita melakukannya, Yesus akan
meletakkan tangan-Nya di atas tangan-tangan kita. Kita akan melihat
dan membayangkan bahwa terang Yesus sedang mengalir masuk ke dalam
tubuh adikmu dan menyembuhkan dia. Kita membayangkan bahwa terang
Kristus sedang berperang melawan kuman penyakit yang jahat itu
sampai semuanya hilang!" Anak kecil itu mengangguk dengan serius.
Kami berdoa bersama-sama, kemudian mengucap syukur kepada Tuhan
bahwa apa yang kami "lihat" itu pasti akan terjadi. Ternyata,
tindakan kami berdampak menggembirakan. Juli sudah sembuh pada
keesokan harinya.

Anak-anak yang mengalami banyak kesulitan di sekolah akan mudah
menanggapi doa. Seorang teman saya yang mengajar anak-anak cacat
mental memutuskan untuk mulai mendoakan mereka. Tentu saja, ia tidak
memberitahu anak-anak itu apa yang ia sedang lakukan; ia
melakukannya saja. Pada saat seorang anak merangkak ke bawah mejanya
dan berbaring meringkuk, teman saya akan mengangkat anak itu lalu
mendoakan dia di dalam hatinya agar terang dan hidup Kristus
menyembuhkan anak itu dari kesedihan dan perasaan membenci diri
sendiri. Untuk tidak mempermalukan anak itu, guru ini berdoa dengan
berjalan ke sekeliling ruangan sambil melanjutkan tugasnya seperti
biasa. Tidak lama kemudian, ketegangan pada diri anak itu sudah
mengendur dan ia segera duduk kembali di kursinya. Teman saya
kadang-kadang bertanya kepada anak itu apakah ia pernah teringat
mengenai rasanya jika memenangi pertandingan. Jika anak itu menjawab
"ya", ia didorong untuk membayangkan dirinya sedang melewati garis
akhir diiringi sorak-sorai semua kawan-kawan yang mengasihinya.
Dengan cara ini, anak itu dapat berdoa bersama gurunya dan
mengokohkan perasaan menerima dirinya sendiri. Pada akhir tahun
pelajaran itu, setiap anak, kecuali dua orang, dapat kembali ke
sekolah biasa. Apakah itu suatu kejadian kebetulan? Itu mungkin
saja, tetapi seperti kata Uskup Agung William Temple, bahwa
kejadian-kejadian yang seolah tampak kebetulan sering terjadi pada
saat dia berdoa.

Pendeta dan kebaktian-kebaktian di gereja saudara selalu perlu
didoakan. Paulus berdoa bagi umat Tuhan; ia meminta agar jemaat
mendoakan dia. C.H. Spurgeon mengatakan bahwa keberhasilannya
disebabkan doa jemaatnya. Frank Laubach mengatakan kepada
orang-orang yang menghadiri kebaktian-kebaktiannya, "Saya sangat
peka dan mengetahui apakah Anda mendoakan saya. Jika seseorang tidak
mendoakan saya, saya dapat merasakannya. Jika Anda mendoakan saya,
saya merasakan kekuatan yang luar biasa. Jika setiap orang di dalam
gereja sungguh-sungguh berdoa ketika sang pendeta sedang berkhotbah,
mukjizat pasti terjadi." Penuhilah kebaktian ibadah dengan doa-doa
Saudara. Bayangkan hadirat Tuhan di takhta yang tinggi hadir
memenuhi ruangan kebaktian itu.

Berbagai penyimpangan seksual dapat didoakan dengan penuh keyakinan
bahwa suatu perubahan abadi sungguh akan terjadi. Seks tampak
seperti sungai -- seks itu baik dan menjadi berkat jika tetap berada
di dalam salurannya. Sungai yang meluap di kedua sisinya amat
berbahaya. Demikian juga, penyalahgunaan gairah seks. Apakah
batas-batas untuk seks yang diciptakan Tuhan? Seorang lelaki dan
seorang wanita di dalam satu ikatan pernikahan seumur hidup. Pada
saat mendoakan seseorang yang bermasalah di bidang seks, bayangkan
saja sebuah sungai yang sedang meluap di kedua sisinya. Kemudian,
mintalah Tuhan mengembalikan aliran air itu ke salurannya. Anak-anak
Anda sendiri dapat dan harus berubah melalui doa-doa Saudara.
Doakanlah mereka pada siang hari ketika mereka ikut mengambil bagian
dalam doa itu; doakanlah mereka pada malam hari ketika mereka sedang
tidur. Salah satu pendekatan yang menyenangkan ialah masuklah ke
kamar tidur dengan tenang dan tumpangkan tangan Anda di atas anak
itu.

Bayangkan terang Kristus sedang mengalir melalui tangan Anda dan
menyembuhkan anak Anda dari setiap trauma emosi dan rasa sakit hati
sepanjang hari itu. Penuhilah mereka dengan sukacita dan damai
Tuhan. Anak sangat peka terhadap doa tatkala ia sedang tidur, karena
ketika ia sedang terjaga (sadar), alam sadarnya cenderung membangun
rintangan yang menghalangi pengaruh Allah yang lemah lembut. Sebagai
seorang imam Kristus, Anda memunyai pelayanan yang sangat baik
ketika menggendong anak-anak kecil dan memberkati mereka. Alkitab
menceritakan bagaimana para orang tua membawa anak-anak mereka
kepada Yesus. Mereka tidak berharap Ia akan bermain-main dengan
anak-anak itu ataupun mengajari mereka, melainkan agar Ia berkenan
menumpangkan tangan-Nya ke atas mereka dan memberkati mereka (Markus
10:13-16). Ia telah memberikan Anda kemampuan untuk bertindak sama.
Berbahagialah anak-anak yang diberkati oleh orang-orang dewasa yang
paham mengenai bagaimana memberi berkat!

Frank Laubach sudah mengembangkan gagasan "sekilas doa" yang sangat
bagus di dalam bukunya tentang doa. Ia sudah belajar untuk hidup
dengan cara sedemikian rupa sehingga "melihat seseorang berarti
bersedia mendoakan orang itu! Pada saat mendengar suara orang,
misalnya suara percakapan anak-anak, suara teriakan anak laki-laki,
itu mungkin berarti saat untuk berdoa!" Naikkanlah sekilas doa yang
sungguh-sungguh bagi orang-orang itu -- hasilnya bisa menarik dan
merupakan sukacita khusus. Saya telah mencobanya. Saya sudah memohon
di dalam hati agar sukacita Tuhan dan kesadaran akan kehadiran-Nya
semakin bertumbuh di dalam hati setiap orang yang saya jumpai.
Kadang-kadang, orang-orang itu tidak tampak menunjukkan tanggapan,
tetapi pada saat lainnya mereka berpaling dan seolah-olah tersenyum
menyapa. Ketika kita sedang menumpang sebuah bus atau pesawat
terbang kita dapat membayangkan Yesus sedang berjalan di antara
deretan kursi-kursi itu sambil menyentuh bahu-bahu mereka dan Ia
berkata, "Aku mengasihimu. Aku ingin sekali mengampuni engkau dan
memberikan semua perkara yang baik kepadamu. Engkau memunyai
sifat-sifat baik yang belum berkembang. Aku ingin mengembangkan
sifat-sifat itu jika engkau setujui. Aku ingin sekali memerintah di
dalam hidupmu jika engkau perbolehkan."

Frank Laubach telah menyatakan bahwa jika beribu-ribu orang percaya
mencoba menaikkan sekilas doa untuk setiap orang yang kita jumpai
dan saling berbagi hasil-hasilnya, kita bisa belajar banyak tentang
bagaimana berdoa bagi orang-orang lain. Kita dapat mengubah keadaan
suatu bangsa jika beribu-ribu orang percaya terus-menerus menaungi
setiap orang di sekitar kita dengan doa. "Unit-unit doa yang
bersatu, bagaikan tetesan-tetesan air, membentuk samudera yang mampu
menghadapi perlawanan." Jangan sekali-kali menunggu sampai kita
merasa ingin berdoa sebelum kita berdoa bagi orang-orang lain. Doa
itu bagaikan satu pekerjaan lain; kita mungkin saja tidak ingin
bekerja, tetapi setelah kita memulainya sedikit demi sedikit, kita
akan mulai ingin bekerja. Kita mungkin saja tidak ingin berlatih
piano, tetapi setelah kita bermain sebentar, kita akan suka berlatih
kembali. Dengan cara yang sama, otot-otot doa kita perlu agak
dikendurkan dan jika aliran darah doa syafaat sudah mengalir, kita
akan merasa ingin berdoa.

Kita tidak perlu cemas bahwa doa akan terlalu banyak menghabiskan
waktu kita, sebab "ini tidak memakan waktu, melainkan mengisi semua
waktu kita". Kita tidak berdoa setelah bekerja, melainkan berdoa
seiring bekerja. Semua pekerjaan kita didahului, diliputi, dan
disusul dengan doa. Doa berpadu dengan perbuatan. Thomas Kelly
mengalami cara hidup ini: "Ada cara untuk mengatur kehidupan mental
kita pada lebih dari satu tingkatan sekaligus. Pada satu tingkatan
kita mungkin berpikir, berdiskusi, melihat, menghitung, dan memenuhi
semua tuntutan yang menyangkut urusan lahiriah. Tetapi, jauh di
kedalaman hati, di balik semua yang tampak, pada tingkatan yang
lebih mendalam, kita mungkin juga sedang berdoa dan menyembah,
menyanyi dan memuja, dan membuka diri terhadap apa pun yang Allah
akan berikan." Begitu banyak perkara perlu kita pelajari, perjalanan
yang harus kita tempuh masih jauh. Uskup Agung Tait telah
mengungkapkan kerinduan hati kita yang sesungguhnya demikian, "Saya
merindukan kehidupan doa yang lebih baik, lebih mendalam, dan lebih
bersungguh-sungguh."

Diambil dan disunting seperlunya dari:
Judul buku: Tertib Rohani
Judul buku asli: Celebration of Discipline
Judul artikel: Disiplin Doa
Penulis: Richard J. Foster
Penerbit: Gandum Mas, Malang 1990
Halaman: 54 -- 71

__________________________________________________
Apakah Anda Yahoo!?
Lelah menerima spam? Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik terhadap spam
http://id.mail.yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar