1 Korintus 15:50-58
Firman Allah mengatakan
bahwa kematian fisik adalah awal dari
kehidupan baru orang percaya. Tuhan sudah menyediakan rumah kekal, agar
orang-orang yang memuliakan namaNya dapat bersukacita selamanya. Persyaratan
masuknya mudah: percaya bahwa Yesus Kristus sudah mati bagi dosa-dosa anda dan
menerima pengampunanNya.
Sebagian orang menganggap
persyaratan masuk ini sebagai pandangan yang sempit. Memasang tanda bertuliskan
"Hanya bagi Orang Percaya" di tempat
seistimewa surga, tampaknya tidak adil bagi mereka. Tetapi Allah menetapkan
batasan itu bukannya tanpa alasan. Ketika di Taman Eden, Dia sudah menulis perintah ini untuk
melindungi ciptaanNya: Jangan melanggar perintahKu. Hukuman atas
pelanggaran itu adalah maut.
Tentu saja kita semua sudah
melanggar perintah itu karena kita adalah manusia yang berdosa. Agar dapat
menyelamatkan manusia dari akibat pelanggaran mereka, Allah mengutus PuteraNya
Yesus Kristus untuk menanggung beban dosa kita dan mati menggantikan kita.
Juruselamat kita memenuhi perintah dengan menanggung hukuman kita. Kabar
baiknya: Kristus tidak tiggal selamanya
dalam kubur – Dia bangkit kembali pada hari yang ketiga!
Allah berjanji dalam
FirmanNya bahwa orang yang menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat akan
mendapat bagian dalam kebangkitanNya. Jika orang percaya meninggal, pintu surga
langsung terbuka baginya dan ia akan mengalami kemenangan yang sama atas kematian
seperti yang dialami Yesus. Dengan kata lain, jika kita meninggalkan dunia ini,
kita tidak hanya akan hilang lenyap. Kita akan terus melayani Tuhan di surga.
Kematian bukanlah akhir. Kematian adalah saat kita
menyatakan kemenangan akhir kita terhadap penguasa dunia ini, iblis, dengan
memasuki hadirat Allah selamanya.
|||||| sumber: http://www.sentuhanhati.com/
||||||
Pengganti
Allah?
Kejadian 50:15-21
Imamat 21-22; Matius 28
Ada ungkapan
negatif yang berkata, "Pembalasan harus lebih kejam dari perbuatan jahat
seseorang." Maksudnya orang akan merasa puas ketika berhasil membalas dendam
pada orang yang pernah berbuat salah kepadanya. Menurut Anda, bolehkah kita
membalas dendam? Mari amati pengalaman Yusuf. Dari segi kepentingan, Yusuf "paling
pantas untuk membalas". Tanpa berbuat salah, ia dijual demi kepuasan hati
kakak-kakak yang iri kepadanya. Ia harus berpisah dari bapa yang sangat
dikasihinya. Dari seorang anak yang sangat dilindungi, secepat kilat ia harus
menyesuaikan diri untuk bekerja keras menaati peraturan bagi budak. Yusuf
mengalami semua itu di Mesir.
Kini, kakak-kakaknya sudah tak memiliki "tempat berlindung". Ayah mereka telah
meninggal. Dalam ketakutan, mereka memohon agar Yusuf sudi mengampuni. Bahkan
demi pengampunan itu, mereka siap menjadi budak Yusuf (ayat 18)! Tetapi jawab
Yusuf, "… aku inikah pengganti Allah?" (ayat 19).
Sebenarnya, itulah saat paling mudah bagi Yusuf untuk membalas dendam. Namun,
Yusuf mengerti, pembalasan adalah hak Tuhan—bukan haknya. Maka, ia tidak membalas
kejahatan saudara-saudaranya itu. Sebaliknya, ia justru mengingatkan mereka
bahwa semuanya itu ada dalam rencana Tuhan yang indah (ayat 20)! Bagaimana
pandangan kita tentang "pembalasan"? Belajar dari Yusuf, kita disadarkan bahwa
kita tidak layak mengambil alih hak Tuhan. Bagian yang harus kita kerjakan
adalah menyatakan pengampunan bagi sesama. Selebihnya adalah bagian Tuhan.
Biarlah melalui pengampunan yang tulus, kita menyatakan kebaikan Tuhan terhadap
orang yang telah berbuat salah kepada kita.
LAKUKAN TUGAS UNTUK MENGAMPUNI,
JANGAN MEMBALAS SEBAB MANUSIA TIDAK LAYAK UNTUK MENJADI PENGGANTI ALLAH
Penulis: Helen Aramada
Setyoputri
|||||| sumber: http://www.renunganharian.net/ ||||||
__________________________________________________
Apakah Anda Yahoo!?
Lelah menerima spam? Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik terhadap spam
http://id.mail.yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar