Senin, 01 Maret 2010

My Body, Mind & Soul


Rahasia Pertama Kebahagiaan, Jatuh Cinta pada Diri Sendiri!

Cinta
dan bahagia mempunyai kedekatan yang sangat erat. Karena cinta,
seseorang mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya. Demi kebahagiaan,
orang juga mau berkorban untuk yang ia cintai.

Memang, seperti yang dipaparkan Erich Fromm sejak lama. Pakar psikoanalisis dan penulis beberapa buku terkenal seperti "The Art of Loving"
ini juga meletakkan posisi yang sangat dekat antara cinta dan
kebahagiaan yang dirasakan seseorang. Sebab, menurutnya, ada empat hal
yang semestinya ada pada rasa cinta, yaitu care, responsibility, respect, dan knowledge.

1. Care
(perhatian). Cinta harus melahirkan perhatian pada objek yang dicintai.
Kalau kita mencintai diri sendiri, maka kita akan memperhatikan
kesehatan dan kebersihan diri. Kalau kita mencintai orang lain, maka
kita akan memperhatikan kesulitan yang dihadapi orang tersebut dan akan
berusaha meringankan bebannya.

2. Sedangkan responsibility
(tanggung jawab) mengandung arti bahwa cinta harus melahirkan sikap
bertanggungjawab terhadap objek yang dicintai. Orang tua yang mencintai
anaknya, akan bertanggung jawab akan kesejahteraan material, spiritual
dan masa depan anaknya. Suami yang mencintai isterinya, akan
bertanggung jawab akan kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangganya.
Karyawan yang mencintai perusahaannya, akan bertanggung jawab akan
kemajuan perusahaannya.

3. Cinta juga harus melahirkan sikap menerima apa adanya objek yang dicintai. Inilah yang disebut dengan respect (hormat).

4. Sementara knowledge,
mengharuskan munculnya dorongan atau semangat untuk mengenali dan
memahami objek yang dicintai. Seperti cinta terhadap seorang laki-laki
atau perempuan. Unsur knowledge akan menjadi landasan seseorang berlaku
sesuai dengan keinginan dan kesukaan laki-laki atau perempuan yang
dicintainya. Ia tidak ingin melukai apalagi menghancurkan hidup
orang-orang yang dicintainya.

Maka, jika keempat unsur tersebut
melekat di dalam rasa cinta, bisa kita bayangkan efeknya terhadap
kebahagiaan hidup seseorang.

Yang lebih menarik, ternyata
sejak dulu sudah terkuak hasil penelitian yang menegaskan bahwa ada
kaitan yang sangat erat antara cinta dan kesehatan. Fakta tentang sehat
atau sakitnya seseorang jelas sangat mempengaruhi bahagia atau tidaknya
seseorang. Paling tidak, begitulah poin-poin yang dimuat di
mediaindonesia.com, Februari setahun lalu, tentang
penelitian-penelitian yang mengaitkan cinta dengan kesehatan.
Khususnya, cinta yang terjalin dalam ikatan pernikahan, bukan cinta
yang terjadi semasa pacaran.

Beberapa efek cinta terhadap
kesehatan adalah: lebih jarang ke dokter, lebih jarang mengalami
depresi, bagus untuk tekanan darah, mengurangi rasa cemas, pengontrol
rasa sakit yang alami, management stress yang lebih baik, serta sembuh
yang lebih cepat.

Terbitan tersebut menunjukkan bahwa cinta
membuat orang jauh lebih sehat. Minimal, klaim tersebut dibuktikan dari
semakin jarangnya orang berobat ke dokter. Disebutkan bahwa orang-orang
yang menikah lebih jarang berobat ke dokter dan jangka waktu
perawatannya di rumah sakit juga lebih singkat. "Tidak seorang pun yang
tahu pasti mengapa hubungan yang saling mencinta bagus untuk
kesehatan," kata Harry Reis, PhD, editor pembantu The Encyclopedia of Human Relationships yang melakukan penelitian tersebut.
Begitu juga hubungannya dengan depresi. Berdasarkan laporan Health and Human Services,
menikah dan bersama dalam satu ikatan perkawinan mengurangi depresi
baik laki-laki maupun perempuan. Penemuan ini tidak mengejutkan, lanjut
Reis, karena isolasi sosial dikaitkan dengan tingkat depresi yang lebih
tinggi. Temuan yang tidak kalah menarik, pernikahan juga mengurangi
jumlah konsumsi alkohol dan penggunaan obat-obatan, khususnya di antara
manusia dewasa.

Tentang pengaruhnya terhadap tekanan darah,
sebuah penelitian yang dikutip media ini menyebutkan bahwa ternyata
orang-orang yang menikah dan bahagia memiliki tekanan darah yang
terbaik. Objek penelitian yang statusnya menikah namun tidak bahagia
memiliki tekanan darah paling jelek. Hal ini, menurut Reis, menunjukkan
aspek vital di mana perkawinan mempengaruhi kesehatan.

Sedangkan rasa cemas, disebutkan dari penelitian yang dilakukan oleh State University of New York di Stony Brook.
Para penelitia lembaga tersebut menemukan bahwa dalam kaitannya dengan
kecemasan seseorang, hubungan yang saling cinta dan stabil jauh lebih
kuat dibandingkan cinta yang masih baru. Para peneliti menggunakan scan
MRI untuk melihat otak orang yang sedang jatuh cinta. Mereka
membandingkan pasangan baru yang membara dengan pasangan yang telah
terhubung erat dalam hubungan jangka panjang.
Kedua kelompok
menunjukkan adanya aktivasi di bagian otak yang dikaitkan dengan cinta
yang kuat. "Itu merupakan daerah dopamine, area yang juga merespon
kokain atau perasaan saat memenangkan banyak uang," kata Arthur Aron,
PhD, salah satu penulis studi yang dikutip situs mediaindonesia.com.

Studi
MRI menunjukkan hasil positif lainnya pada pasangan yang terikat dalam
hubungan jangka panjang, yaitu lebih aktif di bagian otak yang
berfungsi mengontrol rasa sakit. Sebuah laporan studi mendukung
penemuan ini. Dalam studi yang melibatkan lebih dari 127.000 orang
dewasa, mereka yang menikah lebih jarang mengeluhkan sakit kepala dan
sakit punggung.

Studi kecil yang dipublikasikan di Psychological Science
juga mendukung penemuan ini. Para peneliti menghubungkan 16 perempuan
menikah dengan alat shock elektrik. Ketika mereka memegang tangan suami
mereka, mereka menunjukkan respon yang lebih sedikit di area otak yang
berkaitan dengan stres. Semakin bahagia perkawinan, semakin besar
efeknya.

Sedangkan, efek cinta terhadap stress (management stress)
bisa dikaitkan dengan penelitian yang dilakukan Arthur Aron juga. Aron
menyatakan adanya bukti yang menunjukkan hubungan antara dukungan
sosial dan manajemen stres. "Jika Anda menghadapi penyebab stres dan
mendapat dukungan dari seseorang yang mencintai Anda, Anda akan
mengatasinya dengan lebih baik," kata dia. Jika Anda kehilangan
pekerjaan, misalnya, Anda akan merasa terbantu baik secara emosional
maupun keuangan jika Anda punya pasangan di samping Anda yang selalu
mendukung.

Kekuatan dari hubungan yang positif membuat luka akan lebih cepat sembuh. Para peneliti dari Ohio State University Medical Center
dengan sengaja melukai pasangan yang telah menikah. Lukanya dua kali
lebih cepat sembuh pada pasangan yang berinteraksi hangat dibandingkan
dengan pasangan yang lebih sering bermusuhan.

Dan banyak studi
menunjukkan, orang yang menikah hidup lebih lama. Salah satu studi
terbesar meneliti dampak perkawinan pada tingkat kematian selama 8
tahun di tahun 1990-an. Dengan menggunakan data dari National Health
Interview Survey, para peneliti menemukan bahwa orang-orang yang tidak
pernah menikah memiliki kemungkinan 58% lebih cepat meninggal daripada
orang-orang yang menikah.

Kebahagiaan diri
Kita
banyak menjumpai orang yang merasa tidak bahagia. Jika ditelusuri,
orang–orang tersebut memiliki alasan yang berbeda-beda di balik
keyakinan bahwa mereka merasa tidak bahagia. Ada yang mengatakan bahwa
mereka tidak bahagia karena mereka selalu hidup dalam kekurangan.
Dengan kata lain mereka tidak berhasil mendapatkan apa yang mereka
dambakan atau impikan.

Selain itu, kita juga banyak menemukan
orang yang tidak pernah puas dengan apa yang telah diperoleh atau
dimilikinya, sehingga apabila orang tersebut telah berhasil meraih
sesuatu, ia tidak pernah sempat untuk menikmati kebahagiaan dengan apa
yang telah diperolehnya itu dan kemudian membuat target baru untuk
dicapainya. Dan orang ini akan selalu merasa cemas apabila tujuan
berikutnya tidak tercapai.

Hal lain mengapa manusia tidak
dapat merasakan kebahagiaan adalah karena manusia cenderung untuk
merenungi nasib buruk yang telah menimpanya dan tidak mau berbuat
sesuatu untuk memperbaikinya.

Yang paling sering, seperti
ungkapan pada awal tulisan ini, kebahagiaan sangat terkait dengan
cinta. Banyak orang yang beralasan bahwa mereka merasa tidak bahagia
karena belum menemukan pasangan hidup yang tepat, dan ada pula yang
tidak dapat menemukan kebahagiaan dalam keluarganya karena tidak adanya
keharmonisan dalam keluarga tersebut.

Alasan-alasan ini banyak
benarnya dan menjadi indikasi kebahagiaan. Padahal, tidak semestinya
merasa demikian. Lihat saja pendapat Robert Morely. Ia justru
mengutarakan bahwa, "To fall in love with yourself is the first secret to happiness". Cintailah diri sendiri, karena mencintai diri sendiri adalah rahasia pertama kebahagiaan.

Saat
mencintai diri kita sendiri tanpa berlebihan, kita akan terdorong untuk
berbuat kebaikan baik untuk diri sendiri. Mengontrol diri kita,
mendisiplinkan diri kita, merawat dan menjaga jiwa dan raga sendiri
agar hidup kita berjalan dengan baik dan bermanfaat bagi orang lain.
Tidak heran jika hidup kita akan lebih berwarna, penuh semangat, merasa
lebih sehat. Bahkan, tak jarang rasa ini menjadi penolong tangguh yang
membuat kita mampu bertahan menghadapi situasi sesulit apapun.


__________________________________________________
Apakah Anda Yahoo!?
Lelah menerima spam? Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik terhadap spam
http://id.mail.yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar